Kamis, 14 November 2013
Mudharabah 1. Pemilik modal dari 1 (satu) orang dan pelaksana satu orang.
Zaed menyerahkan modal sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada Umar untuk diniagakan. Pada saat perjanjian (akad) disepakati bahwa keuntungan akan dibagi 40% untuk Zaed (pemilik modal) dan 60% untuk Umar, dan keuntungan dibagikan setiap usaha setelah mendapatkan keuntungan (1 kali putaran produksi).
Jika Untung:
Setelah dilakukan usaha, keuntungan bersih (setelah dikurangi biaya-biaya) yang diperoleh sebesar Rp. 500.000,-
Maka keuntungan yang diperoleh masing-masing adalah:
Zaed :40% x Rp. 500.000 = Rp. 200.000,-
Umar :60% x Rp. 500.000 = Rp. 300.000,-
Dengan keuntungan tersebut, diakhir bisnis uang yang diterima Zaed adalah:
(seluruh modal + bagian)
1.000.000 + 200.000 = Rp. 1.200.000
Jika Rugi:
Pada saat akhir bisnis mengalami kerugian (ingat menentukan kerugian setelah kerjasama mau berakhir/penyerahan modal kepada pemilik) yang bukan diakibatkan oleh kelalaian Umar, maka kerugian tersebut ditanggung oleh Zaed selaku pemilik modal.
Untuk mengembalikannya maka komoditi yang ada dijual seluruhnya sehingga menjadi bentuk uang tunai. Dan keuntungan yang telah diperoleh Zaed selama ini dihitung menjadi bagian modal dan yang bagian Umar diserahkan kepada Zaed untuk menutupi kerugian pada modal.
Jika seluruh komoditi telah dijual dan memiliki kelebihan dari Rp. 1000.000,- (modal usaha) maka selebihnya itu dianggap keuntungan dan dibagi sesuai prosentase yang telah disepakati.
2. Pemilik modal terdiri dari beberapa orang dan pelaksana 1 orang
Zaed, Umar dan Bakar bersepakat mengumpulkan modal, kemudian akan diserahkan kepada Husen dengan sistem mudharabah. Modal yang dibutuhkan Husen sebesar Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah). Mereka (Zaed, Umar, Bakar) bersepakat bahwa keuntungan akan disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan masing-masing.
Rincian prosentase dari modal yang ditanam masing-masing sebesar Rp. 12.000.000,- adalah:
Zaed :40% (Rp. 4.800.000,-)
Umar :25% (Rp. 3.000.000,-)
Bakar :35% (Rp. 4.200.000,-)+
100% (Rp.12.000.000,-)
Selanjutnya uang tersebut diserahkan kepada Husen untuk diniagakan dengan akad mudharabah. Pada saat akad disepakati bahwa keuntungan dibagi 60% untuk pemilik modal (Zaed, Umar, Bakar) dan 40% untuk pelaksana (Husen). Keuntungan dibagikan (dihitung) setiap usaha telah memperoleh laba (satu kali putaran produksi).
Jika untung:
Setelah satu kali putaran produksi, diperoleh keuntungan sebesar Rp. 2.500.000,-
Maka cara pembagian keuntungannya:
Langkah 1
Pembagian keuntungan antara pemilik modal dengan pelaksana
- Pemilik modal :
60% x Rp. 2.500.000 = Rp. 1.500.000,-
- Husen
40% x Rp. 2.500.000 = Rp. 1.000.000,-
Langkah 2
Pembagian keuntungan Rp. 1.500.000,- antara pemilik modal sesuai dengan modal masing-masing sebagai berikut:
Cara 1
Prosentase saham masing-masing pemilik modal dikalikan dengan keuntungan yang diperoleh:
Zaed :40% x 1.500.000 = Rp. 600.000
Umar :25% x 1.500.000 = Rp. 375.000
Bakar :35% x 1.500.000 = Rp. 525.000 +
Rp. 1.500.000
Cara 2
Menggunakan rumus:
Jumlah seluruh keuntungan dibagi seluruh modal
dikali modal masing-masing
Jadi : Rp. 1.500.000 = 0,125
Rp. 12.000.000
Keuntungan yang diterima masing-masing pemilik modal:
Zaed : 0,125 x Rp. 4.800.000 = Rp. 600.000
Umar : 0,125 x Rp. 3.000.000 = Rp. 375.000
Bakar : 0,125 x Rp. 4.200.000 = Rp. 525.000 +
Rp. 1.500.000
Ingat : Jika hasil bagi ini (0,125) dibulatkan menjadi 0,13 hasil penghitungannya belum tentu sesuai dengan keuntungan yang akan dibagikan
Jika rugi
Kasus jika kerugian yang ada pada modal tertutupi oleh keuntungan yang telah dibagikan saat bisnis berjalan (sebelum akhir bisnis)
Contoh:
Setelah akhir bisnis dan modal yang ada diperhitungkan serta dilakukan divestasi (pengembalian modal), ternyata modal mengalami kerugian. Kerugian yang ada sebesar Rp.1.000.000,- (jadi sisa modal yang ada sebesar Rp. 11.000.000,- (12.000.000 – 1.000.000)
Perhitungkan kembali keuntungan yang pernah dibagikan disaat bisnis sedang berjalan.
Sisa modal yang ada ditambah keuntungan yang pernah dibagikan kemudian digunakan untuk menutupi modal, sisanya menjadi keuntungan dan dibagikan sesuai prosentase yang telah disepakati pada saat akad
Dalam kasus ini maka pelaksana harus mengembalikan sebagian keuntungan yang pernah diambilnya dan pemilik modal harus menganggap keuntungan yang pernah diperolehnya sebagai bagian dari modal.
Contoh diatas menunjukan pernah dibagikan keuntungan sebesar Rp. 2.500.000. Maka cara penghitungannya:
(Sisa modal + keuntungan yang dikembalikan)
11.000.000 + 2.500.000 = Rp. 13.500.000
Ternyata modal tidak mengalami kerugian, karena tertutupi oleh keuntungan yang pernah dibagikan.
Uang yang ada – jumlah modal, sisanya menjadi keuntungan.
13.500.000 – 12.000.000 = Rp. 1.500.000
Berarti keuntungan yang diperoleh sebenarnya sebesar Rp. 1.500.000, maka keuntungan inilah yang dibagikan sesuai dengan kesepakatan.
Bagian masing-masing antara pemilik modal dan Husen (pelaksana)
- Pemilik modal ; 60% x 1.500.000 = Rp. 900.000
- Husen ; 40% x 1.500.000 = Rp. 600.000
Jika keuntungan yang pernah diterima Husen sebelum akhir bisnis sebesar Rp. 1000.000, maka ia harus mengembalikannya sebesar Rp. 400.000 (Rp. 1.000.000 – 600.000) untuk menutupi kekurangan pada modal.
Sisa modal yang ada sebesar Rp. 11.000.000 ditambah Rp. 400.000 (dari Husen) menjadi sebesar Rp. 11.400.000
Sedangkan untuk pemilik modal (Zaed, Umar dan Bakar) harus menganggap keuntungan yang pernah diterimanya sebagai bagian dari modal sesuai dengan proposional modal yang ditanamnya.
Jika keuntungan yang pernah diterima sebesar Rp. 1.500.000, sedangkan keuntungan diakhir bisnis yang sebenarnya hanya Rp. 900.000,-, maka mereka harus menganggap keuntungan yang telah diterimanya sebagai modal sebesar Rp. 600.000,- dan disesuaikan dengan proposional modal yang ditanamkan oleh masing-masing pemilik modal.
Jadi bagian keuntungan yang pernah diterima masing-masing yang harus dianggap sebagai modal, adalah:
Zaed : 40% x 600.000 = Rp. 240.000
Umar : 25% x 600.000 = Rp. 150.000
Bakar : 35% x 600.000 = Rp. 210.000 +
Rp. 600.000
Maka ketiga orang ini diakhir bisnis masing-masing akan menerima pengembalian modal, sebagai berikut:
Zaed : 4.800.000 – 240.000 = Rp. 4.560.000
Umar : 3.000.000 – 150.000 = Rp. 2.850.000
Bakar : 4.200.000 – 210.000 = Rp. 3.990.000 +
Rp.11.400.000
Meskipun mereka menerima lebih kecil dari modal yang ditanamkannya, pada dasarnya modal tidak mengalami kerugian, karena mereka telah menikmati keuntungan saat usaha sedang berjalan.
Kasus jika kerugian yang ada pada modal tidak tertutupi oleh keuntungan yang telah dibagikan saat bisnis berjalan (sebelum akhir bisnis)
Contoh:
Setelah akhir bisnis dan modal yang ada diperhitungkan serta dilakukan divestasi (pengembalian modal), ternyata modal mengalami kerugian. Kerugian/ kekurangan pada modal sebesar Rp. 5.000.000,- jadi sisa modal yang ada sebesar Rp. 7.000.000,- (12.000.000 – 5.000.000)
Sisa modal yang ada ditambah keuntungan yang pernah dibagikan kemudian digunakan untuk menutupi modal, jika modal belum tertutupi (Rugi), maka kerugian yang ada ditanggung oleh pemilik modal sesuai saham yang diinvestasikan
Dalam kasus ini maka pelaksana harus mengembalikan seluruh keuntungan yang pernah diambilnya dan tidak berkewajiban menanggung kerugian, sedangkan pemilik modal harus menganggap keuntungan yang pernah diperolehnya sebagai bagian dari modal serta menanggung kerugian yang ada pada modal
Ingat kerugian harus selalu menjadi tanggungan pemilik modal, karena kerugian merupakan reduksi dari modal
Contoh diatas menunjukan pernah dibagikan keuntungan sebesar Rp. 2.500.000. Maka cara perhitungannya:
(Sisa modal + keuntungan yang dikembalikan)
7.000.000 + 2.500.000 = Rp. 9.500.000
Ternyata modal mengalami kerugian, karena tidak tertutupi oleh keuntungan yang pernah dibagikan.
Jumlah modal seharusnya – uang (modal) yang ada, sisanya menjadi kerugian yang harus ditanggung bersama-sama antara pemilik modal.
12.000.000 – 9.500.000 = Rp. 2.500.000,-
Berarti modal mengalami kerugian sebesar Rp. 2.500.000, maka kerugian ini yang ditanggung oleh pemilik modal sesuai modal yang diinvestasikan.
Dalam hal ini Husen (selaku pelaksana) hanya berkewajiban mengembalikan keuntungan yang pernah diambilnya sebesar Rp. 1.000.000 dan tidak berkewajiban menanggung kerugian.
Untuk pengembalian sisa modal kepada masing-masing pemilik modal ada beberapa cara:
Cara 1
Setiap pemilik modal harus mengembalikan keuntungan yang pernah diambil saat bisnis berjalan, dengan rincian:
Zaed : Rp. 600.000
Umar : Rp. 375.000
Bakar : Rp. 525.000 +
Rp. 1.500.000
Kemudian dijumlahkan dengan sisa modal yang ada setelah ditambah dengan pembelian dari pelaksana.
(Sisa modal + pengambilan keuntungan dari pelaksana + pengembalian keuntungan dari pemilik modal)
7.000.000 + 1.000.000 + 1.500.000 = Rp. 9.500.000
Jadi pengembalian modal kepada masing-masing pemilik modal adalah:
Zaed : 40% x 9.500.000 = Rp. 3.800.000
Umar : 25% x 9.500.000 = Rp. 2.375.000
Bakar : 35% x 9.500.000 = Rp. 3.325.000 +
Rp. 9.500.000
Untuk melihat kerugian yang dialami masing-masing pemilik modal adalah:
(prosentase masing-masing modal yang ditanamkan dikalikan dengan jumlah kerugian yang menjadi tanggungan)
Zaed : 40% x 2.500.000 = Rp. 1.000.000
Umar : 25% x 2.500.000 = Rp. 625.000
Bakar : 35% x 2.500.000 = Rp. 875.000 +
Rp. 2.500.000
Bandingkan dengan perhitungan dibawah ini:
(jumlah modal masing-masing – jumlah pengembalian sisa modal yang ada untuk masing-masing)
Zaed : 4.800.000 – 3.800.000 = Rp.1.000.000
Umar : 3.000.000 – 2.375.000 = Rp. 625.000
Bakar : 4.200.000 – 3.325.000 = Rp. 875.000 +
Rp.2.500.000
Cara 2
Pemilik modal tidak mengembalikan keuntungan, tetapi langsung menganggap bahwa keuntungan yang pernah diambil dianggap sebagai bagian dari modal.
Maka jumlah uang yang dibagikan antara pemilik modal adalah:
(Sisa modal + pengembalian keuntungan dari pelaksana)
7.000.000 + 1.000.000 = Rp. 8.000.000,-
Dengan tidak mengembalikan keuntungan yang pernah diambil saat bisnis berjalan, maka diakhir bisnis, pada saat divestasi (pengembalian modal) masing-masing pemilik modal akan menerima uang sebagai berikut:
Zaed : 40% x 8.000.000 = Rp. 3.200.000
Umar : 25% x 8.000.000 = Rp. 2.000.000
Bakar : 35% x 8.000.000 = Rp. 2.800.000 +
Rp. 8.000.000
Dengan tidak mengembalikan keuntungan yang pernah diambil, pada saat divestasi seolah-olah pemilik modal mengalami kerugian sebagai berikut:
Zaed : 4.800.000 – 3.200.000 = Rp. 1.600.000
Umar : 3.000.000 – 2.000.000 = Rp. 1.000.000
Bakar : 4.200.000 – 2.800.000 = Rp. 1.400.000 +
Rp. 4.000.000
Musyarakah
Husin, Hasan dan Husen bersepakat untuk melakukan perjanjian kerjasama musyarakah, dalam satu usaha bisnis, dimana semua pihak mengumpulkan modal dan mengelolanya secara bersama-sama.
Modal yang dibutuhkan Husen sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Mereka (Husin, Hasan dan Husen) bersepakat, pembagian keuntungan akan disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan masing-masing tanpa membedakan kemampuan dalam melakukan pekerjaannya.
Modal yang diinvestasikan sesuai dengan kesanggupan masing-masing, yaitu:
Husin : 25% x 20.000.000 = Rp. 5.000.000
Hasan : 40% x 20.000.000 = Rp. 8.000.000
Husen : 35% x 20.000.000 = Rp. 7.000.000 +
Rp. 20.000.000
Jika untung:
Setelah satu kali putaran produksi, diperoleh keuntungan sebesar Rp. 2.500.000,-
Pembagian keuntungan antara anggota syirkah disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan masing-masing anggota syirkah sebagai berikut:
Cara 1
Prosentase saham masing-masing pemilik modal dikalikan dengan keuntungan yang diperoleh:
Husin : 25% x 2.500.000 = Rp. 625.000
Hasan : 40% x 2.500.000 = Rp. 1.000.000
Husen : 35% x 2.500.000 = Rp. 875.000 +
Rp. 2.500.000
Cara 2
Menggunakan rumus :
Jumlah seluruh keuntungan dibagi seluruh modal dikali modal masing-masing
Jadi : Rp. 2.500.000 = 0,125
Rp. 20.000.000
Keuntungan yang diterima masing-masing pemilik modal:
Husin : 0,125 x 5.000.000 = Rp. 625.000
Hasan : 0,125 x 8.000.000 = Rp. 1.000.000
Husen : 0,125 x 7.000.000 = Rp. 875.000 +
Rp. 2.500.000
Ingat : Jika hasil bagi ini (0,125) dibulatkan menjadi 0,13 hasil penghitungannya belum tentu sesuai dengan keuntungan yang akan dibagikan
Jika Rugi
Jika diakhir bisnis mengalami kerugian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Terhadap keuntungan yang pernah dibagikan, setiap anggota syirkah harus menganggap sebagai bagian dari modal serta menanggung kerugian yang ada pada modal.
Ingat kerugian harus selalu menjadi tanggungan pemilik modal, karena kerugian merupakan reduksi dari modal
Cara pengembalian keuntungan bisa 2 cara yaitu:
- Masing-masing anggota syirkah tidak perlu mengembalikan keuntungan yang pernah diterima saat bisnis berjalan, melainkan langsung membagi sisa modal yang ada sesuai prosentase modal yang diinvestasikan
- Masing-masing anggota syirkah mengembalikan terlebih dahulu setiap keuntungan yang pernah diterimanya selama bisnis berjalan dan mencampurkannya dengan sisa modal yang ada, kemudian dibagikan sesuai prosentase modal yang diinvestasikannya.
Sedangkan untuk melihat berapa tanggungan masing-masing anggota syirkah dari kerugian yang ditimbulkannya adalah sama dengan cara pembagian keuntungan, yaitu dengan rumus :
Prosentase modal masing-masing
dikalikan jumlah kerugian yang ada
Cara penghitungannya sama dengan cara pembagian keuntungan atau kerugian pada kasus mudharabah diatas yang pemilik modalnya terdiri dari beberapa orang
Demikian contoh-contoh teknis pembagian keuntungan dan kerugian dalam sistem bagi hasil mudharabah dan musyarakah.
Pembaca bisa menggunakan dan mencari teknis penghitungan yang lebih mudah dan cepat, selama tidak keluar dari prinsip-prinsip mudharabah dan musyarakah yang telah ditetapkan oleh ahli fiqh.
Zaed menyerahkan modal sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada Umar untuk diniagakan. Pada saat perjanjian (akad) disepakati bahwa keuntungan akan dibagi 40% untuk Zaed (pemilik modal) dan 60% untuk Umar, dan keuntungan dibagikan setiap usaha setelah mendapatkan keuntungan (1 kali putaran produksi).
Jika Untung:
Setelah dilakukan usaha, keuntungan bersih (setelah dikurangi biaya-biaya) yang diperoleh sebesar Rp. 500.000,-
Maka keuntungan yang diperoleh masing-masing adalah:
Zaed :40% x Rp. 500.000 = Rp. 200.000,-
Umar :60% x Rp. 500.000 = Rp. 300.000,-
Dengan keuntungan tersebut, diakhir bisnis uang yang diterima Zaed adalah:
(seluruh modal + bagian)
1.000.000 + 200.000 = Rp. 1.200.000
Jika Rugi:
Pada saat akhir bisnis mengalami kerugian (ingat menentukan kerugian setelah kerjasama mau berakhir/penyerahan modal kepada pemilik) yang bukan diakibatkan oleh kelalaian Umar, maka kerugian tersebut ditanggung oleh Zaed selaku pemilik modal.
Untuk mengembalikannya maka komoditi yang ada dijual seluruhnya sehingga menjadi bentuk uang tunai. Dan keuntungan yang telah diperoleh Zaed selama ini dihitung menjadi bagian modal dan yang bagian Umar diserahkan kepada Zaed untuk menutupi kerugian pada modal.
Jika seluruh komoditi telah dijual dan memiliki kelebihan dari Rp. 1000.000,- (modal usaha) maka selebihnya itu dianggap keuntungan dan dibagi sesuai prosentase yang telah disepakati.
2. Pemilik modal terdiri dari beberapa orang dan pelaksana 1 orang
Zaed, Umar dan Bakar bersepakat mengumpulkan modal, kemudian akan diserahkan kepada Husen dengan sistem mudharabah. Modal yang dibutuhkan Husen sebesar Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah). Mereka (Zaed, Umar, Bakar) bersepakat bahwa keuntungan akan disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan masing-masing.
Rincian prosentase dari modal yang ditanam masing-masing sebesar Rp. 12.000.000,- adalah:
Zaed :40% (Rp. 4.800.000,-)
Umar :25% (Rp. 3.000.000,-)
Bakar :35% (Rp. 4.200.000,-)+
100% (Rp.12.000.000,-)
Selanjutnya uang tersebut diserahkan kepada Husen untuk diniagakan dengan akad mudharabah. Pada saat akad disepakati bahwa keuntungan dibagi 60% untuk pemilik modal (Zaed, Umar, Bakar) dan 40% untuk pelaksana (Husen). Keuntungan dibagikan (dihitung) setiap usaha telah memperoleh laba (satu kali putaran produksi).
Jika untung:
Setelah satu kali putaran produksi, diperoleh keuntungan sebesar Rp. 2.500.000,-
Maka cara pembagian keuntungannya:
Langkah 1
Pembagian keuntungan antara pemilik modal dengan pelaksana
- Pemilik modal :
60% x Rp. 2.500.000 = Rp. 1.500.000,-
- Husen
40% x Rp. 2.500.000 = Rp. 1.000.000,-
Langkah 2
Pembagian keuntungan Rp. 1.500.000,- antara pemilik modal sesuai dengan modal masing-masing sebagai berikut:
Cara 1
Prosentase saham masing-masing pemilik modal dikalikan dengan keuntungan yang diperoleh:
Zaed :40% x 1.500.000 = Rp. 600.000
Umar :25% x 1.500.000 = Rp. 375.000
Bakar :35% x 1.500.000 = Rp. 525.000 +
Rp. 1.500.000
Cara 2
Menggunakan rumus:
Jumlah seluruh keuntungan dibagi seluruh modal
dikali modal masing-masing
Jadi : Rp. 1.500.000 = 0,125
Rp. 12.000.000
Keuntungan yang diterima masing-masing pemilik modal:
Zaed : 0,125 x Rp. 4.800.000 = Rp. 600.000
Umar : 0,125 x Rp. 3.000.000 = Rp. 375.000
Bakar : 0,125 x Rp. 4.200.000 = Rp. 525.000 +
Rp. 1.500.000
Ingat : Jika hasil bagi ini (0,125) dibulatkan menjadi 0,13 hasil penghitungannya belum tentu sesuai dengan keuntungan yang akan dibagikan
Jika rugi
Kasus jika kerugian yang ada pada modal tertutupi oleh keuntungan yang telah dibagikan saat bisnis berjalan (sebelum akhir bisnis)
Contoh:
Setelah akhir bisnis dan modal yang ada diperhitungkan serta dilakukan divestasi (pengembalian modal), ternyata modal mengalami kerugian. Kerugian yang ada sebesar Rp.1.000.000,- (jadi sisa modal yang ada sebesar Rp. 11.000.000,- (12.000.000 – 1.000.000)
Perhitungkan kembali keuntungan yang pernah dibagikan disaat bisnis sedang berjalan.
Sisa modal yang ada ditambah keuntungan yang pernah dibagikan kemudian digunakan untuk menutupi modal, sisanya menjadi keuntungan dan dibagikan sesuai prosentase yang telah disepakati pada saat akad
Dalam kasus ini maka pelaksana harus mengembalikan sebagian keuntungan yang pernah diambilnya dan pemilik modal harus menganggap keuntungan yang pernah diperolehnya sebagai bagian dari modal.
Contoh diatas menunjukan pernah dibagikan keuntungan sebesar Rp. 2.500.000. Maka cara penghitungannya:
(Sisa modal + keuntungan yang dikembalikan)
11.000.000 + 2.500.000 = Rp. 13.500.000
Ternyata modal tidak mengalami kerugian, karena tertutupi oleh keuntungan yang pernah dibagikan.
Uang yang ada – jumlah modal, sisanya menjadi keuntungan.
13.500.000 – 12.000.000 = Rp. 1.500.000
Berarti keuntungan yang diperoleh sebenarnya sebesar Rp. 1.500.000, maka keuntungan inilah yang dibagikan sesuai dengan kesepakatan.
Bagian masing-masing antara pemilik modal dan Husen (pelaksana)
- Pemilik modal ; 60% x 1.500.000 = Rp. 900.000
- Husen ; 40% x 1.500.000 = Rp. 600.000
Jika keuntungan yang pernah diterima Husen sebelum akhir bisnis sebesar Rp. 1000.000, maka ia harus mengembalikannya sebesar Rp. 400.000 (Rp. 1.000.000 – 600.000) untuk menutupi kekurangan pada modal.
Sisa modal yang ada sebesar Rp. 11.000.000 ditambah Rp. 400.000 (dari Husen) menjadi sebesar Rp. 11.400.000
Sedangkan untuk pemilik modal (Zaed, Umar dan Bakar) harus menganggap keuntungan yang pernah diterimanya sebagai bagian dari modal sesuai dengan proposional modal yang ditanamnya.
Jika keuntungan yang pernah diterima sebesar Rp. 1.500.000, sedangkan keuntungan diakhir bisnis yang sebenarnya hanya Rp. 900.000,-, maka mereka harus menganggap keuntungan yang telah diterimanya sebagai modal sebesar Rp. 600.000,- dan disesuaikan dengan proposional modal yang ditanamkan oleh masing-masing pemilik modal.
Jadi bagian keuntungan yang pernah diterima masing-masing yang harus dianggap sebagai modal, adalah:
Zaed : 40% x 600.000 = Rp. 240.000
Umar : 25% x 600.000 = Rp. 150.000
Bakar : 35% x 600.000 = Rp. 210.000 +
Rp. 600.000
Maka ketiga orang ini diakhir bisnis masing-masing akan menerima pengembalian modal, sebagai berikut:
Zaed : 4.800.000 – 240.000 = Rp. 4.560.000
Umar : 3.000.000 – 150.000 = Rp. 2.850.000
Bakar : 4.200.000 – 210.000 = Rp. 3.990.000 +
Rp.11.400.000
Meskipun mereka menerima lebih kecil dari modal yang ditanamkannya, pada dasarnya modal tidak mengalami kerugian, karena mereka telah menikmati keuntungan saat usaha sedang berjalan.
Kasus jika kerugian yang ada pada modal tidak tertutupi oleh keuntungan yang telah dibagikan saat bisnis berjalan (sebelum akhir bisnis)
Contoh:
Setelah akhir bisnis dan modal yang ada diperhitungkan serta dilakukan divestasi (pengembalian modal), ternyata modal mengalami kerugian. Kerugian/ kekurangan pada modal sebesar Rp. 5.000.000,- jadi sisa modal yang ada sebesar Rp. 7.000.000,- (12.000.000 – 5.000.000)
Sisa modal yang ada ditambah keuntungan yang pernah dibagikan kemudian digunakan untuk menutupi modal, jika modal belum tertutupi (Rugi), maka kerugian yang ada ditanggung oleh pemilik modal sesuai saham yang diinvestasikan
Dalam kasus ini maka pelaksana harus mengembalikan seluruh keuntungan yang pernah diambilnya dan tidak berkewajiban menanggung kerugian, sedangkan pemilik modal harus menganggap keuntungan yang pernah diperolehnya sebagai bagian dari modal serta menanggung kerugian yang ada pada modal
Ingat kerugian harus selalu menjadi tanggungan pemilik modal, karena kerugian merupakan reduksi dari modal
Contoh diatas menunjukan pernah dibagikan keuntungan sebesar Rp. 2.500.000. Maka cara perhitungannya:
(Sisa modal + keuntungan yang dikembalikan)
7.000.000 + 2.500.000 = Rp. 9.500.000
Ternyata modal mengalami kerugian, karena tidak tertutupi oleh keuntungan yang pernah dibagikan.
Jumlah modal seharusnya – uang (modal) yang ada, sisanya menjadi kerugian yang harus ditanggung bersama-sama antara pemilik modal.
12.000.000 – 9.500.000 = Rp. 2.500.000,-
Berarti modal mengalami kerugian sebesar Rp. 2.500.000, maka kerugian ini yang ditanggung oleh pemilik modal sesuai modal yang diinvestasikan.
Dalam hal ini Husen (selaku pelaksana) hanya berkewajiban mengembalikan keuntungan yang pernah diambilnya sebesar Rp. 1.000.000 dan tidak berkewajiban menanggung kerugian.
Untuk pengembalian sisa modal kepada masing-masing pemilik modal ada beberapa cara:
Cara 1
Setiap pemilik modal harus mengembalikan keuntungan yang pernah diambil saat bisnis berjalan, dengan rincian:
Zaed : Rp. 600.000
Umar : Rp. 375.000
Bakar : Rp. 525.000 +
Rp. 1.500.000
Kemudian dijumlahkan dengan sisa modal yang ada setelah ditambah dengan pembelian dari pelaksana.
(Sisa modal + pengambilan keuntungan dari pelaksana + pengembalian keuntungan dari pemilik modal)
7.000.000 + 1.000.000 + 1.500.000 = Rp. 9.500.000
Jadi pengembalian modal kepada masing-masing pemilik modal adalah:
Zaed : 40% x 9.500.000 = Rp. 3.800.000
Umar : 25% x 9.500.000 = Rp. 2.375.000
Bakar : 35% x 9.500.000 = Rp. 3.325.000 +
Rp. 9.500.000
Untuk melihat kerugian yang dialami masing-masing pemilik modal adalah:
(prosentase masing-masing modal yang ditanamkan dikalikan dengan jumlah kerugian yang menjadi tanggungan)
Zaed : 40% x 2.500.000 = Rp. 1.000.000
Umar : 25% x 2.500.000 = Rp. 625.000
Bakar : 35% x 2.500.000 = Rp. 875.000 +
Rp. 2.500.000
Bandingkan dengan perhitungan dibawah ini:
(jumlah modal masing-masing – jumlah pengembalian sisa modal yang ada untuk masing-masing)
Zaed : 4.800.000 – 3.800.000 = Rp.1.000.000
Umar : 3.000.000 – 2.375.000 = Rp. 625.000
Bakar : 4.200.000 – 3.325.000 = Rp. 875.000 +
Rp.2.500.000
Cara 2
Pemilik modal tidak mengembalikan keuntungan, tetapi langsung menganggap bahwa keuntungan yang pernah diambil dianggap sebagai bagian dari modal.
Maka jumlah uang yang dibagikan antara pemilik modal adalah:
(Sisa modal + pengembalian keuntungan dari pelaksana)
7.000.000 + 1.000.000 = Rp. 8.000.000,-
Dengan tidak mengembalikan keuntungan yang pernah diambil saat bisnis berjalan, maka diakhir bisnis, pada saat divestasi (pengembalian modal) masing-masing pemilik modal akan menerima uang sebagai berikut:
Zaed : 40% x 8.000.000 = Rp. 3.200.000
Umar : 25% x 8.000.000 = Rp. 2.000.000
Bakar : 35% x 8.000.000 = Rp. 2.800.000 +
Rp. 8.000.000
Dengan tidak mengembalikan keuntungan yang pernah diambil, pada saat divestasi seolah-olah pemilik modal mengalami kerugian sebagai berikut:
Zaed : 4.800.000 – 3.200.000 = Rp. 1.600.000
Umar : 3.000.000 – 2.000.000 = Rp. 1.000.000
Bakar : 4.200.000 – 2.800.000 = Rp. 1.400.000 +
Rp. 4.000.000
Musyarakah
Husin, Hasan dan Husen bersepakat untuk melakukan perjanjian kerjasama musyarakah, dalam satu usaha bisnis, dimana semua pihak mengumpulkan modal dan mengelolanya secara bersama-sama.
Modal yang dibutuhkan Husen sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Mereka (Husin, Hasan dan Husen) bersepakat, pembagian keuntungan akan disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan masing-masing tanpa membedakan kemampuan dalam melakukan pekerjaannya.
Modal yang diinvestasikan sesuai dengan kesanggupan masing-masing, yaitu:
Husin : 25% x 20.000.000 = Rp. 5.000.000
Hasan : 40% x 20.000.000 = Rp. 8.000.000
Husen : 35% x 20.000.000 = Rp. 7.000.000 +
Rp. 20.000.000
Jika untung:
Setelah satu kali putaran produksi, diperoleh keuntungan sebesar Rp. 2.500.000,-
Pembagian keuntungan antara anggota syirkah disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan masing-masing anggota syirkah sebagai berikut:
Cara 1
Prosentase saham masing-masing pemilik modal dikalikan dengan keuntungan yang diperoleh:
Husin : 25% x 2.500.000 = Rp. 625.000
Hasan : 40% x 2.500.000 = Rp. 1.000.000
Husen : 35% x 2.500.000 = Rp. 875.000 +
Rp. 2.500.000
Cara 2
Menggunakan rumus :
Jumlah seluruh keuntungan dibagi seluruh modal dikali modal masing-masing
Jadi : Rp. 2.500.000 = 0,125
Rp. 20.000.000
Keuntungan yang diterima masing-masing pemilik modal:
Husin : 0,125 x 5.000.000 = Rp. 625.000
Hasan : 0,125 x 8.000.000 = Rp. 1.000.000
Husen : 0,125 x 7.000.000 = Rp. 875.000 +
Rp. 2.500.000
Ingat : Jika hasil bagi ini (0,125) dibulatkan menjadi 0,13 hasil penghitungannya belum tentu sesuai dengan keuntungan yang akan dibagikan
Jika Rugi
Jika diakhir bisnis mengalami kerugian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Terhadap keuntungan yang pernah dibagikan, setiap anggota syirkah harus menganggap sebagai bagian dari modal serta menanggung kerugian yang ada pada modal.
Ingat kerugian harus selalu menjadi tanggungan pemilik modal, karena kerugian merupakan reduksi dari modal
Cara pengembalian keuntungan bisa 2 cara yaitu:
- Masing-masing anggota syirkah tidak perlu mengembalikan keuntungan yang pernah diterima saat bisnis berjalan, melainkan langsung membagi sisa modal yang ada sesuai prosentase modal yang diinvestasikan
- Masing-masing anggota syirkah mengembalikan terlebih dahulu setiap keuntungan yang pernah diterimanya selama bisnis berjalan dan mencampurkannya dengan sisa modal yang ada, kemudian dibagikan sesuai prosentase modal yang diinvestasikannya.
Sedangkan untuk melihat berapa tanggungan masing-masing anggota syirkah dari kerugian yang ditimbulkannya adalah sama dengan cara pembagian keuntungan, yaitu dengan rumus :
Prosentase modal masing-masing
dikalikan jumlah kerugian yang ada
Cara penghitungannya sama dengan cara pembagian keuntungan atau kerugian pada kasus mudharabah diatas yang pemilik modalnya terdiri dari beberapa orang
Demikian contoh-contoh teknis pembagian keuntungan dan kerugian dalam sistem bagi hasil mudharabah dan musyarakah.
Pembaca bisa menggunakan dan mencari teknis penghitungan yang lebih mudah dan cepat, selama tidak keluar dari prinsip-prinsip mudharabah dan musyarakah yang telah ditetapkan oleh ahli fiqh.
Diposkan oleh Fadhlan Arief S di 00.38 Tidak ada komentar:
Ø Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana
pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kedapa pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian penbagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan
kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari
mudharib.
Pada kontrak mudharabah, seorang mudharib (dapat berupa perorangan, rumah
tangga, perusahaan atau suatu unit ekonomi, termasuk bank) memperoleh modal
dari unit ekonomi lainnya untuk tujuan melakukan perdagangan. Dalam melakukan
kontrak ini, ada rukun-rukun tertentu yang harus dipenuhi oleh kedua belah
pihak yang bekerjasama, yaitu:Rukun mudharabah adalah :
1.
Orang yang berakad :
·
Pemilik modal/shahibul mal
·
Pelaksana atau mudharib
2. Modal
3. Kerja atau usaha
4. Keuntungan/ribh
5. Sighat/ijab kabul
Ø Jenis –jenis Mudharabah
Ada tiga jenis mudharabah, yaitu mudharabah Muthlaqah (tidak terikat) dan
mudharabah Muqayyadah (terikat).
1.
Mudharabah Muthlaqah: pemilik dana memberikan
keleluasan penuh kepada pengelola untuk menggunakan dana tersebut dalam usaha
yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Pengelola bertanggung jawab untuk
mengelola usaha sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
2.
Mudharabah Muqayyadah: pemilik dana menentukan syarat
dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka
waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya. Pengelola menggunakan modal tersebut
dengan tujuan yang dinyatakan secara khusus, yaitu untuk menghasilkan
keuntungan.
3.
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana
pengelola mnyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Akad
musytarakah ini merupakan solusi sekiranya dalam perjalanan usaha, pengelola
dana memiliki modal yang dapat dikontribusikan dalam investasi, sedang disisi
lain, adanya penambahan modal ini akan dapat meningkatkan kemajuan investasi.
Akad musytarakah ini pada dasarnya merupakan perpaduan antara akad mudharabah
dan akad musyarakah. Dalam akad musyarakah, pengelola dana berdasarkan akad
(mudharabah) menyertakan juga dananya dalam investasi bersama (berdasarkan akad
musyarakah. Setelah penambahan dana oleh pengelola, pembagian hasil usaha
antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil
usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana
musyarakah.
Ø Teknik Bagi Hasil Dengan Prinsip Mudharabah
Dalam hukum syar’iyah, ketetapan modal yang harus dibayar atau
diserahkan kepada mudharib sesuai dengan kebijakan persyaratan yang
telah ditentukan, bahwa pembayaran akan dicairkan tanpa penyesuaikan akuisisi
(perolehan ) aktualnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar dana mudharabah
tidak diambil begitu saja tanpa adanya persetujuan dari Bank. Ada dua alasan
yang tidak bisa digunakan dalam penilaian aset non-kas yang diterima oleh Bank
Islam sebagai modal adalah :
·
Ketentuan nilai yang telah disepakati oleh semua
pihak, tentang penilaian aset non-moneter yang akan diakui akuntansi keuangan.
·
Penerapan nilai tersebut yang disepakati bersama oleh
para pihak dari kontrak untuk menilai aset non-moneter akad menjurus kepada
penerapan konsep kejujuran representasional.
Ø Pengakuan Laba atau Rugi Mudharabah
1. Apabila pembiayaan mudharabah
melewati satu periode pelaporan :
·
Laba pembiayaan mudharabah diakui dalam periode
terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati, dan
·
Rugi yang terjadi diakui dalam periode terjadinya rugi
tersebut dan mengurangi saldo pembiayaan mudharabah.
2. Pengakuan laba atau rugi mudharabah
dalam praktek dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil
dari pengelola dana yang diterima oleh bank.
3. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan
dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit
sharing) atau bagi pendapatan
(revenue sharing). Bagi laba, dihitung dari pendapatan setelah dikurangi
beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana
mudharabah. Sedangkan bagi pendapatan, dihitung
dari total pendapatan pengelolaan mudharabah.
4. Rugi pembiayaan mudharabah yang
diakibatkan penghentian mudharabah sebelum masa akad berakhir
diakui sebagai pengurang pembiayaan mudharabah.
5. Rugi pengelolaan yang timbul akibat
kelalaian atau kesalahan mudharib dibebankan pada pengelola
dana (mudharib).
6. Bagian laba bank yang tidak
dibayarkan oleh pengelola dana (mudharib) pada saat mudharabah selesai
atau dihentikan sebelum masanya berakhir diakui
sebagai piutang jatuh tempo kepada pengelola dana
(mudharib).
Dalam pembiayaan mudharabah ini pembagian hasil antara shahibul maal (bank)
dengan mudharib (debitur) dapat dilakukan dengan metode “Revenue Sharing” atau
“Profit Sharing”. Dalam pembagian dengan mempergunakan metode revenue
sharing, shahibul maal tidak pernah mengalami kerugian, kecuali usaha mudharib
dilikuidasi dimana jumlah aktiva lebih kecil dari kewajibannya. Lain halnya
jika dalam pembagian bagi hasil tersebut mempergunakan metode profit sharing,
pada setiap periode pembukuan akan dengan mudah diketahui kerugian atau
keuntungan pengelolaan dana mudharabah.
Dalam pembiayaan mudharabah melewati satu periode pelaporan, laba
pembiayaan mudharabah diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai
nisbah yang disepakati, dan rugi yang terjadi diakui dalam periode terjadinya
rugi tersebut dan mengurangi saldo pembiayaan mudharabah. Pengakuan laba atau
rugi mudharabah dalam praktek dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil
dari pengelola dana yang diterima oleh bank.
Contoh :
Atas laporan dari Tn Zulkifli atas pengelolaan pembiayaan mudharabah
diperoleh hasil bersih pengelolaan dana mudharabah sebesar Rp. 1.000.000,- dan
dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati yaitu 70 untuk bank/shahibul
maal dan 30 untuk nasabah/mudharib. Hasil untuk bank telah dibayar oleh
mudharib sebelum tutup buku bank dilakukan.
Pembagian porsi masing-masing dengan perhitungan yang sangat sederhana
adalah:
Shahibul maal : 70/100 x Rp. 1.000.000,- = Rp.
700.000,-
Mudharib :
30/100 x Rp. 1.000.000,- = Rp. 300.000,-
Jurnal sehubungan dengan penerimaan hasil tersebut adalah :
Dr. Kas/Rekening
Nasabah Rp.
700.000,-
Cr. Pendapatan bagi hasil
Mudharabah Rp.
700.000,-
Referensi Buku
Wiroso,dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, Cet 1, Jakarta : LPFE
Usakti, 2005.
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Cet 4,
Jakarta : Pustaka Alvabet, 2006.
Diposkan oleh Fadhlan Arief S di 00.23 Tidak ada komentar:
Rabu, 06 November 2013
A. Pengertian wadiah
Al-wadi’ah adalah titipan atau simpanan.
Prinsip Al-wadi’ah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak
lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja bila si penitip menghendaki. Penerima simpanan disebut yad
al-amanah yang artinya tanagn amanah. Si penyimpan tidak
bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi
pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang
bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
B. Jenis-jenis wadi’ah dan karakteristiknya
1. Wadi’ah yad al-amanah
Wadi’ah yad al-manah, titipan dimana penerima titipan tidak boleh
memanfaatkan barang titipan tersebut sampai di ambil kembali oleh penitip.
Wadi’ah yad al-manah ini memiliki karakteristik
sebagai berikut:
ü Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh
dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan.
ü Merupakan titipan murni.
ü Sewaktu titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh
baik nilau maupun fisik barangnya.
2. Wadi’ah yad adh-dhamana
Wadi’ah yad adh-dhamana adalah titipan dimana barang titipan selama belum
dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan olehipenerima titipan. Apabila
dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka seluruhnya menjadi
hak penirima titipan.
Wadi’ah yad adh-dhamanah ini memiliki karakteristik berikut ini:
ü Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat
dimanfaatkan oleh yang menerima titipan.
ü Penyimpan mempunyai untuk bertanggujawab terhadap
kehilangan atau kerusakan barang tersebut.
ü Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan tersebut
menjadi hak penerima titipan.
ü Sebagai imbalan kepada pemilik brang atau dana dapat
diberikan semacam insentif berupa bonus, yang tidak disyaratkan sebelumnya.
C. Teknik bagi hasil prinsip wadiah
1. Teknik bagi hasil giro wadiah
Pada prinsipnya, teknik perhitungan bonus wadi’ah dihitung dari
saldo terendah dalam satu bulan. Namun demikian, bonus wadi’ah dapat diberikan
kepada giran sebagai berikut:
a. Saldo terendah dalam satu bulan takwin
di atas Rp 1.000.000, (bagi rekening yang bonus wadi’ahnya dihitung dari saldo
terendah).
b. Saldo rata-rata harian dalam satu bulan
takwin di atas Rp 1.000.000, (bagi rekening yang bonus gironya dihitung dari
saldo rata-rata harian).
c. Saldo hariannya diatas Rp 1.000.000,
(bagi rekening yang bonus wadiahnya dihitung dari saldo harian).
Rumus yang digunakan dalam memperhitungkan bonus giro
wadia’ah adalah sebagai berikut:
v Bonus wadi’ah atas dasar saldo terendah,
yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo terendah bulan yang
bersangkutan.
Tarif bonus wadi’ah x saldo terendah bulan yang bersangkutan
|
v Bonus wadi’ah atas dasar saldo rata-rata
harian, yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo rata-rata harian bulan
yang bersangkutan.
Tarif bonus wadi’ah x saldo rata-rata harian bulan ybs
|
v Bonus wadi’ah atas dasar saldo harian,
yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo harian yang bersangkutan
dikali hari efektif.
Tarif bonus wadi’ah x saldo harian ybs x hari efektif
2. Teknik bagi hasil tabungan wadi’ah
Dalam hal bank berkeinginan untuk memberikan bonus wadi’ah, beberapa metode
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Bonus wadi’ah atas dasar saldo terendah.
b. Bonus wadiah atas dasar saldo rata-rata
harian.
c. Bonus wadiah atas dasar saldo harian.
Rumus yang digunakan dalam memperhitungkan bonus
tabungan wadi’ah adalah sebagai berikut:
v Bonus wadi’ah atas dasar saldo terendah,
yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo terendah bulan yang bersangkutan.
Tarif bonus wadiah x saldo terendah bulan ybs
|
v Bonus wadi’ah atas dasar saldo rata-rata
harian, yakni tarif bonus wadi’ah dikalikan dengan saldo rata-rata harian bulan
yang bersangkutan.
Tarif bonus wadiah x saldo rata-rata harian bulan ybs
|
v Bonus wadi’ah atas dasar saldo harian,
yakni tarif bonus wadiah dikalikan dengan saldo harian yang bersangkutan dikali
hari efektif.
Tarif bonus wadiah x saldo harian ybs x hari efektif
|
D. Contoh kasus bagi hasil wadiah
Contoh rekening giro Wadiah:
Tn. Basri memiliki rekening giro wadiah di
Bank Muamalat Sungailiat dengan saldo rata-rata pada bulan Mei 2002 adalah Rp
1.000.000, Bonus yang diberikan Bank Muamalat Sungailiat kepada nasabah adalah
30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.00, Diasumsikan total dana giro
wadiah di Bank Muaamalat Sungailiat adalah Rp 500.000.000,-. Pendapatan Bank
Muamalat Sungailiat dari penggunaan giro wadiah adalah rp 20.000.000,-.
Pertanyaaan: Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Basri pada akhir bulan Mei
2002.
Jawab:
Bonus yang diterima Tn. Basri = Rp 1.000.000x Rp 20.000.000 x 30%
= Rp 12.000
Rp 500.000.000 (sebelum dipotong pajak)
REFERENSI BUKU
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori
ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: Rajawali
Pers, 2010.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Analisis Fiqh Dan
Keuangan), Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010.
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, jakarta: LPFE Usakti,2009.
Diposkan oleh Fadhlan Arief S di 20.05 Tidak ada komentar:
( BAGI HASIL DAN BUNGA )
Pengertian bank syariah Bank yang beroperasi dengan prinsip Syariah atau Islam namun Bank Syariah juga merupakan Bank yang dalam operasionalnya berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadist, sedangkan bank konvensional adalah perbankan yang beropersional sesuai undang-undang pemerintah yang tidak menggunakan hukum agama.
Pengertian perbankan syariah menurut pasal 1 butir satu undang-undang no 7
Tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
Jenis-jenis perbankan menurut pasal 5 undang-undang no 7 Tahun 1992 adaah :
Bank umum, adalah bank yang dapat memberikanjasa dalam lalulintas pembayaran (pasal 1 undang-undang no 7 Tahun 1992 tentang perbankan).
Bank umum, adalah bank yang dapat memberikanjasa dalam lalulintas pembayaran (pasal 1 undang-undang no 7 Tahun 1992 tentang perbankan).
Bank perkreditan rakyat, adalah yang memberikan simpanan hanya berbentuk
deposito berjangka tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan hal itu
(pasal 1 undang-undang no 7 Tahun 1992 tentang perbankan). Sedangkan dalam
undang-undang no 10 Tahun 1998 pasal 1pengertian bank, bank umum dan bank
perkreditan rakyat disempurnakan menjadi :
Bank umum adalah bank yang melaksanakan usaha secara konvensional
atau secara prinsip usaha syariah yang dalam kegiatan usahanya memberika
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank perkreditan rakyat syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
Sedangkan dalam undang-undang no 21 Tahun 2008 pasal 1 memberikan penjelasan dan pengertian anatara lain sebagai berikut :
Bank perkreditan rakyat syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
Sedangkan dalam undang-undang no 21 Tahun 2008 pasal 1 memberikan penjelasan dan pengertian anatara lain sebagai berikut :
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut dengan tentang bank
syariah dan unit usaha syariah mencakup, kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan.
Bank umum syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatanya memberikan lalu lintas pembayaran.
Unit pembiyaan rakyat syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan lali lintas pembayaran.
Bank umum syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatanya memberikan lalu lintas pembayaran.
Unit pembiyaan rakyat syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan lali lintas pembayaran.
Unit usaha syariah adalah unit kerja dari kantor pusat umum bank
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Perbedaan lain antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional adalah ditinjau dari hal-hal berikut ini anatar lain adalah:
Perbedaan lain antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional adalah ditinjau dari hal-hal berikut ini anatar lain adalah:
Bank Syariah
Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran Islam
Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah.
Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran Islam
Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah.
Prinsip bagi hasil:
Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi. Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh, jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil. Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Bank Konvensional
Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference).
Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.
Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi. Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh, jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil. Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Bank Konvensional
Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference).
Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.
Sistem bunga:
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank
Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam, pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Dapat di lihat dalam bentuk tabel perbedaan bank syariah yang lbih menrinci :
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank
Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam, pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Dapat di lihat dalam bentuk tabel perbedaan bank syariah yang lbih menrinci :
Perbedaan Bank Syariah dengan Banak Konvensional
1.
Dasar hukum Al qur’an, As sunnah,
Fatwa ulama, Bank indonesia dan pemerintah Bank indonesia
dan pemerintah
2.
Falsafah Tidak berdasar bunga
(Riba), spekulasi (maysir) dan ketidakjelasan(gharar)
Berdasarkan atas bunga (Riba)
3.
Operasional Dana masyarakat
(Dana pihak ketiga /DPK) berupa titipan (wadiah) dan
investasi (mudharabah) yang baru mendapatkan hasil jika diuasahakan terlebih
dahulu. Penyaluran dana (fanancing) pada usah yang halal dan
menguntungkan. Dana masyarakat ( dana Pihak Ketiga) berupa
titipan simpanan yang harus dibayar bunganya. Penyaluran dan pada sektor yang
menguntungkan aspek halall tidak menjadi pertimbangan agama.
4.
Apek sosial Dinyatakana secara
eksplisit dan tegas yang tertuang dalam Misi dan Visi Tidak
di ketahui secara tegas.
5.
Organisasi Harus memiliki Dewan
Pengawas (DPS) Tidak memiliki dewan pengawas syariah (DPS)
Bunga
Bunga bank adalah sejumlah uang dibayar atau dikalkulasi untuk pengguna
modal, jumlah tersebut misalnya dinyatakan dalam satu tingkat atau persentase
modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal. Menurut
Muhammad syafi’i antonio bunga bank adalah suatu tanggungan pada pinjaman uang
yang biasanya dalam bentuk persentase dari yang dipinjamkan dengan asumsi
selalu untung.Bersarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang yang di
pinjamkan, pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan
apakah proyek yang dijalakan oleh nasabah untung atau rugi.
Bagi hasil
Perbedaan antara sistem ekonomi islam dengn sistem ekonomi lainnya adalah terletak pada penerapan bunga. Dalam ekonomi islam, bunga dinyatakan sebagai riba yang diharamkan oleh syariat islam. Sehingga dalam ekonomi yang berbasis syariah, bunga tidak diterapkan dan sebagai gantinya diterapkan sistem bagi hasil yang dalam syariat islam dihalalkan untuk dilakukan.
Dalam aplikasinya, mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan
dua macam pendekatan, yaitu pendekatan profit sharing (bagi laba)
Penghitungan menurut pendekatan ini adalah hitungan bagi hasil yang berdasarkan
pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya
usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pendekatan revenue
sharing (bagi pendapatan).
Penghitungan menurut pendekatan ini adalah perhitungan laba didasarkan pada
pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum
dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Referensi :
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, 2009
Diposkan oleh Fadhlan Arief S di 20.01 Tidak ada komentar:
Minggu, 06 Oktober 2013
( BAGI HASIL DAN BUNGA )
Pengertian bank syariah Bank yang beroperasi dengan prinsip Syariah atau Islam namun Bank Syariah juga merupakan Bank yang dalam operasionalnya berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadist, sedangkan bank konvensional adalah perbankan yang beropersional sesuai undang-undang pemerintah yang tidak menggunakan hukum agama.
Pengertian perbankan syariah menurut pasal 1 butir satu undang-undang no 7
Tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
Jenis-jenis perbankan menurut pasal 5 undang-undang no 7 Tahun 1992 adaah :
Bank umum, adalah bank yang dapat memberikanjasa dalam lalulintas pembayaran (pasal 1 undang-undang no 7 Tahun 1992 tentang perbankan).
Bank umum, adalah bank yang dapat memberikanjasa dalam lalulintas pembayaran (pasal 1 undang-undang no 7 Tahun 1992 tentang perbankan).
Bank perkreditan rakyat, adalah yang memberikan simpanan hanya berbentuk
deposito berjangka tabungan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan hal itu
(pasal 1 undang-undang no 7 Tahun 1992 tentang perbankan). Sedangkan dalam
undang-undang no 10 Tahun 1998 pasal 1pengertian bank, bank umum dan bank
perkreditan rakyat disempurnakan menjadi :
Bank umum adalah bank yang melaksanakan usaha secara konvensional
atau secara prinsip usaha syariah yang dalam kegiatan usahanya memberika
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank perkreditan rakyat syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
Sedangkan dalam undang-undang no 21 Tahun 2008 pasal 1 memberikan penjelasan dan pengertian anatara lain sebagai berikut :
Bank perkreditan rakyat syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
Sedangkan dalam undang-undang no 21 Tahun 2008 pasal 1 memberikan penjelasan dan pengertian anatara lain sebagai berikut :
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut dengan tentang bank
syariah dan unit usaha syariah mencakup, kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan.
Bank umum syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatanya memberikan lalu lintas pembayaran.
Unit pembiyaan rakyat syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan lali lintas pembayaran.
Bank umum syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatanya memberikan lalu lintas pembayaran.
Unit pembiyaan rakyat syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan lali lintas pembayaran.
Unit usaha syariah adalah unit kerja dari kantor pusat umum bank
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Perbedaan lain antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional adalah ditinjau dari hal-hal berikut ini anatar lain adalah:
Perbedaan lain antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional adalah ditinjau dari hal-hal berikut ini anatar lain adalah:
Bank Syariah
Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran Islam
Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah.
Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan/amanah Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran Islam
Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya usaha bank syariah.
Prinsip bagi hasil:
Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi. Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh, jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil. Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Bank Konvensional
Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference).
Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.
Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi. Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh, jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Tidak ada yang meragukan keuntungan bagi hasil. Bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Bank Konvensional
Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference).
Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.
Sistem bunga:
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank
Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam, pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Dapat di lihat dalam bentuk tabel perbedaan bank syariah yang lbih menrinci :
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank
Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam, pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Dapat di lihat dalam bentuk tabel perbedaan bank syariah yang lbih menrinci :
Perbedaan Bank Syariah dengan Banak Konvensional
1.
Dasar hukum Al qur’an, As sunnah, Fatwa ulama, Bank
indonesia dan pemerintah Bank indonesia dan pemerintah
2.
Falsafah Tidak berdasar bunga (Riba), spekulasi (maysir)
dan ketidakjelasan(gharar) Berdasarkan atas bunga (Riba)
3.
Operasional Dana masyarakat (Dana
pihak ketiga /DPK) berupa titipan (wadiah) dan investasi (mudharabah) yang baru
mendapatkan hasil jika diuasahakan terlebih dahulu. Penyaluran dana (fanancing)
pada usah yang halal dan menguntungkan. Dana masyarakat (
dana Pihak Ketiga) berupa titipan simpanan yang harus dibayar bunganya.
Penyaluran dan pada sektor yang menguntungkan aspek halall tidak menjadi
pertimbangan agama.
4.
Apek sosial Dinyatakana secara eksplisit dan tegas yang
tertuang dalam Misi dan Visi Tidak di ketahui secara tegas.
5.
Organisasi Harus memiliki Dewan Pengawas
(DPS) Tidak memiliki dewan pengawas syariah (DPS)
Bunga
Bunga bank adalah sejumlah uang dibayar atau dikalkulasi untuk pengguna
modal, jumlah tersebut misalnya dinyatakan dalam satu tingkat atau persentase
modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal. Menurut
Muhammad syafi’i antonio bunga bank adalah suatu tanggungan pada pinjaman uang
yang biasanya dalam bentuk persentase dari yang dipinjamkan dengan asumsi
selalu untung.Bersarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang yang di
pinjamkan, pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan
apakah proyek yang dijalakan oleh nasabah untung atau rugi.
Bagi hasil
Perbedaan antara sistem ekonomi islam dengn sistem ekonomi lainnya adalah terletak pada penerapan bunga. Dalam ekonomi islam, bunga dinyatakan sebagai riba yang diharamkan oleh syariat islam. Sehingga dalam ekonomi yang berbasis syariah, bunga tidak diterapkan dan sebagai gantinya diterapkan sistem bagi hasil yang dalam syariat islam dihalalkan untuk dilakukan.
Dalam aplikasinya, mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan
dua macam pendekatan, yaitu pendekatan profit sharing (bagi laba)
Penghitungan menurut pendekatan ini adalah hitungan bagi hasil yang berdasarkan
pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha dikurangi dengan biaya
usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pendekatan revenue
sharing (bagi pendapatan).
Penghitungan menurut pendekatan ini adalah perhitungan laba didasarkan pada
pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum
dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Referensi :
Wiroso, Produk Perbankan Syariah, 2009
PERBEDAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL, BAGI HASI DAN BUNGA
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank
syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran secara umum berdasarkan prosedur dan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional
Bank syariah berbeda dengan bank konvensional dalam hal akd dan aspek
legalitas, struktur organisasi, lembaga penyelesaian sengketa, usaha yang
dibiayai, dan lingkungan kerja serta corporate culture/budaya.
Bank Syariah
1. Melakukan investasi-investasi yang halal saja (sesuai syariat agama)
2. Berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran dan kebahagian dunia akhirat
3. Berdasarkan prinsip bagi hasil yang telh disepakati kedua belah pihak, dimana ;
2. Berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dan kemakmuran dan kebahagian dunia akhirat
3. Berdasarkan prinsip bagi hasil yang telh disepakati kedua belah pihak, dimana ;
·
Besarnya disepakati pada waktu akad dengan berpedoman kepada kemungkinan
untung rugi.
·
Besar rasio didasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
·
Rasio tidak berubah selama akad masih berlaku
·
Kerugian ditanggung bersama
·
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan
·
Eksistensi tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
Bank Konvensional
1. Investasi ke semua bidang usaha sesuai dengan persyaratan yang sudah
ditetapkan
2. Profit oriented (berorientasi pada keuntungan)
3. Memakai prosedur bunga pinjaman, sesuai kesepakatan yang
diantaranya :
·
Besarnya disepakati pada waktu akad dengan asumsi akan selalu untung
·
Besarny presentase didasarkan pada jumlah modal yang dipinjamkan
·
Bunga dapat mengambang dan besarnya naik turun
·
Pembayaran bunga besarnya tetap tanpa pertimbangan untung rugi
·
Jumlah bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan meningkat
·
Eksistensi bunga diragukan
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur.
5. Tidak terdapat dewan sejenis Dewan Pengawas Syariah
5. Tidak terdapat dewan sejenis Dewan Pengawas Syariah
Selain itu ada beberapa perbedaan dasar seperti ; Dalam bank syariah,
bisnis dan usaha yang dibiayai tidak terlepas dari saringan syariah agama,
yakni usaha yang di dalamm menajalankan usahanya sesuai dengan syariah agama
dan perbedaan lainnya secara organisasi, bank syariah dan bank konvensional
secara umum itu sama. Perbedaannya hanya satu, bank syariah memiliki Dewan
Pengawas Syariah, sedangkan bank konvensional tidak.
Tabel 1. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Tabel 1. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
SISTEM BUNGA & SISTEM BAGI HASIL
Penentuan besarnya hasil Sebelumnya Sesudah berusaha, sesudah untungnya.
Yang ditentukan sebelumnya Bunga, besarnya nilai rupiah Menyepakati proporsi pembagian untung untuk masing-masing pihak, misalnya 50:50, 40:60, 35: 65, dst.
Jika terjadi kerugian Ditanggung oleh nasabah saja Ditanggung kedua pihak, nasabah dan lembaga.
Dihitung dari mana? Dari dana yang dipinjamkan, fixed, tetap Dari untung yang bakal diperoleh, belum tentu besarnya.
Titik perhatian proyek/usaha Besarnya bunga yang harus dibayar nasabah/pasti diterima bank Keberhasilan proyek/usaha jadi perhatian bersama (nasabah dan lembaga).
Berapa besarnya? Pasti. (%) kali jumlah pinjaman yang telah pasti diketahui Proporsi (%) kali jumlah untung yang belum diketahui = belum diketahui.
Status hukum Berlawan dengan Q.S. Luqman: 34 Melaksanakan Q.S. Luqman: 34.
Penentuan besarnya hasil Sebelumnya Sesudah berusaha, sesudah untungnya.
Yang ditentukan sebelumnya Bunga, besarnya nilai rupiah Menyepakati proporsi pembagian untung untuk masing-masing pihak, misalnya 50:50, 40:60, 35: 65, dst.
Jika terjadi kerugian Ditanggung oleh nasabah saja Ditanggung kedua pihak, nasabah dan lembaga.
Dihitung dari mana? Dari dana yang dipinjamkan, fixed, tetap Dari untung yang bakal diperoleh, belum tentu besarnya.
Titik perhatian proyek/usaha Besarnya bunga yang harus dibayar nasabah/pasti diterima bank Keberhasilan proyek/usaha jadi perhatian bersama (nasabah dan lembaga).
Berapa besarnya? Pasti. (%) kali jumlah pinjaman yang telah pasti diketahui Proporsi (%) kali jumlah untung yang belum diketahui = belum diketahui.
Status hukum Berlawan dengan Q.S. Luqman: 34 Melaksanakan Q.S. Luqman: 34.
Pustaka :
Rachdian, Perbedaan Antara Banak Syariah Dan Bank Konvensional, 2011
Amuaz, Perbedaan Karakteristik Bank Syariah dan Bank Konvensional, 2008
Amuaz, Perbedaan Karakteristik Bank Syariah dan Bank Konvensional, 2008
Diposkan oleh Fadhlan Arief S di 21.03 Tidak ada komentar:
ijin chopy
BalasHapusizin copy.. Terima kasih
BalasHapusRebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
BalasHapushingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
profit,bergabung sekarang juga dengan kami
trading forex fbsasian.com
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
Indonesia dan banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009
Assalamulaikum wr wb,
BalasHapusterimaksih atas pencerahan atas bagi hasil, namun yang masih blm mengerti adalah unsur tax dalam bagi hasil tersebut, apakah perlakuannya sama dengan pembagian dividen yaitu dikenakan pph 4(2) 10%? mohon pencerahannya kembali, terimakasih
wassalamulaikum wr wb
mudharabah mutlaqah umumnya berlaku bagi dana tabungan sebab bank sebagai mudharib diberi keluasan dalam mengelola uang yang ditabungkan nasabah sebagai shohibul maal.
BalasHapus